News

Filosofi dan Macam-macam Rumah Adat Aceh

Indonesia memiliki kekayaan budaya yang dimiliki oleh setiap daerahnya. Salah satu kekayaan budaya yang dimiliki adalah rumah adat Aceh. Rumah adat Aceh dianggap sebagai peninggalan sejarah dan memiliki nilai filosofis yang sangat tinggi. Dalam artikel ini akan dibahas mengenai filosofi dari rumah adat Aceh serta macam-macam rumah adat Aceh.

Filosofi Rumah Adat Aceh

Rumah adat Aceh memiliki filosofi yang mendalam. Filosofi tersebut terdapat dalam setiap unsur yang ada pada rumah adat tersebut, baik dari dalam maupun luar. Salah satu filosofi yang terkandung dalam rumah adat Aceh adalah filosofi ukiran. Ukiran yang ada pada rumah adat Aceh memiliki makna yang berkaitan dengan konsep kosmos. Konsep kosmos yang dimiliki oleh masyarakat Aceh diwujudkan dengan adanya hiasan ukiran pada rumah adat. Hiasan pada ukiran tersebut melambangkan kebesaran Tuhan yang menciptakan alam semesta ini.

Selain itu, filosofi yang terkandung pada rumah adat Aceh juga berkaitan dengan filosofi hidup masyarakat Aceh. Masyarakat Aceh dikenal sebagai masyarakat yang memiliki sikap tawadhu dan sopan santun. Sikap tawadhu dan sopan santun tersebut tercermin dalam arsitektur rumah adat Aceh yang tidak mencolok dan sederhana. Hal ini menggambarkan bahwa masyarakat Aceh lebih mengedepankan sikap tawadhu dan sopan santun daripada harta benda yang dimiliki.

Macam-macam Rumah Adat Aceh

Rumah adat Aceh terdapat beberapa jenis, antara lain:

1. Rumoh Aceh Pinto Khop

Rumoh Aceh Pinto Khop adalah rumah adat Aceh yang memiliki pintu besar (pinto) dan beratap tumpang. Rumah adat tersebut biasanya digunakan oleh keluarga kaya atau bangsawan pada masa lampau. Pada bagian depan rumah terdapat veranda untuk tempat duduk.

2. Rumoh Aceh Pinto Rangan

Rumoh Aceh Pinto Rangan memiliki pintu kecil (pinto rangan) dan beratap jelujur. Rumah adat tersebut biasanya digunakan oleh masyarakat Aceh yang berada di desa-desa. Pada rumah adat tersebut terdapat tempat duduk yang terbuat dari rotan.

3. Rumoh Aceh Joon

Rumoh Aceh Joon adalah rumah adat Aceh yang berbentuk segi lima dan atapnya terbuat dari kelapa sawit. Rumah adat tersebut biasanya digunakan sebagai tempat bernegosiasi atau bermusyawarah. Di dalam rumah tersebut terdapat uleeb-along yaitu tempat untuk duduk yang terbuat dari kayu.

4. Rumoh Aceh Lamaro

Rumoh Aceh Lamaro adalah rumah adat Aceh yang berbentuk persegi dan beratap tumpang. Rumah adat tersebut biasanya digunakan sebagai tempat tinggal masyarakat Aceh yang bermukim di daerah pesisir atau pantai. Rumah adat tersebut juga dikelilingi oleh pagar kayu sebagai penghalang terhadap ombak dan angin laut.

5. Rumoh Aceh Siron

Rumoh Aceh Siron adalah rumah adat Aceh yang beratap runcing dan memiliki rumah yang terpisah untuk kamar mandi dan tempat memasak. Rumoh Aceh Siron biasanya digunakan sebagai tempat bagi keluarga besar.

Kesimpulan

Rumah adat Aceh memiliki filosofi yang dalam dan memiliki keunikan tersendiri. Setiap unsur pada rumah adat Aceh mempunyai makna yang berkaitan dengan filosofi hidup masyarakat Aceh. Ada beberapa macam rumah adat Aceh seperti Rumoh Aceh Pinto Rangan, Rumoh Aceh Pinto Khop, Rumoh Aceh Joon, Rumoh Aceh Lamaro, serta Rumoh Aceh Siron yang masing-masing memiliki ciri khas yang berbeda. Rumah adat Aceh merupakan bagian penting dari sejarah dan kebudayaan Indonesia yang patut dilestarikan.

Filosofi dan Macam-macam Rumah Adat Aceh

Rumah adat Aceh lebih dikenal dengan nama Rumoh Aceh. Di setiap daerah memang dikenal bermacam-macam rumah adat. Bahkan, beberapa juga memiliki ciri khas yang serupa. Namun untuk filosofi, nama, dan terutama maknanya pasti berbeda satu sama lain. Semua itu disesuaikan dengan keadaan masyarakat.

Peran orang-orang terdahulu dalam pembuatan rumah adat amatlah penting. Merekalah yang merumuskan rumah terbaik bagi para masyarakat yang telah disesuaikan dengan kondisi dan keadaan lingkungan sekitar. Untuk mengetahui rumah adat lebih jauh, simak artikel berikut sampai selesai ya.

Macam-macam Rumah Adat Aceh

Orang-orang aceh biasa menyebut rumah Aceh dengan sebutan Rumoh Aceh. Rumah adat Aceh ini memiliki beberapa jenis. Rata-rata, sama seperti rumah adat Sumatera lainnya, rumoh Aceh ini memiliki konsep rumah panggung. Biasanya tinggi rumah dari permukaan tanah dibangun dengan jarak sekitar 2 sampai 3 meter. Jadi tak terlalu sulit untuk mengenali rumoh Aceh ketika Anda berkunjung ke sana.

Lalu ciri khas utama yang bisa Anda kenali berikutnya ada pada pintu yang tingginya sekitar 120-150 cm saja. Maka dari itu, jika hendak melewatinya, Anda harus menunduk lebih dulu. Rumoh Aceh ini mungkin sudah jarang ditemui di daerah perkotaan, sebab masyarakat sekarang lebih memilih bangunan yang lebih modern. Namun rumah adat di Aceh masih bisa Anda temui di daerah-daerah pedesaan. Adapun jenis-jenis Rumoh Aceh adalah sebagai berikut:

1. Rumah Krong Bade

Rumah adat pertama yang perlu Anda kenali adalah Rumah Krong Bade. Konsep bangunannya memakai rumah panggung, yang tingginya mencapai 2 sampai 3 meter. Lalu hampir seluruh material bangunannya memakai bahan alami, yaitu berbagai jenis kayu.

Lalu untuk atapnya banyak memakai daun rumbia. Pada kolong rumah panggung, pemilik rumah biasa menyimpan bahan makanan di sana. Lalu kegiatan masyarakat terutama ibu-ibu di sana juga banyak dilakukan di bawah rumah panggung, seperti saat menenun.

Baca Juga:  Download Higgs Domino RP Versi Lama Unlimited Chip V6.4

Ketika hendak masuk ke rumoh Aceh, akan ada tangga. Adapun jumlah tangganya sesuai dengan aturan pembuatannya, harus berjumlah ganjil. Setelah Anda menaiki tangga, nantinya akan ada beberapa hiasan seperti lukisan yang dipasang di dinding.

Jumlahnya bisa satu atau lebih. Jumlah hiasan di dinding inilah yang menunjukkan status sosial pemilik rumah Krong Bade ini. Semakin banyak hiasan atau lukisan yang dipajang, artinya semakin tinggi pula golongan pemilik Krong Bade tersebut. Begitu juga sebaliknya.

2. Rumah Santeut

Rumah adat Aceh yang kedua yaitu Rumah Santeut. Rumah ini juga biasa disebut dengan Tampong Limong. Bentuknya cukup sederhana, sebab masyarakat juga banyak memakai desain rumah jenis ini. Tiang pada bangunannya juga dibuat sama, yaitu sekitar 1,5 meter.

Lalu untuk material bangunan pada Tampong Limong ini juga jauh lebih murah dibanding dengan Krong Bade. Atap rumahnya memakai daun rumbia, sementara untuk lantai digunakan belahan bambu yang ditata atau di jajar rapat.

Selain sebagai lantai, belahan bambu ini dipakai juga karena sirkulasi udara di dalam ruangan yang dihasilkan dengan memakai bahan tersebut jauh lebih bagus. Dengan begitu, lantai dan ruangan tidak akan terasa lembab, namun lebih sejuk.

Rumah Santeut ini biasanya memang tidaklah terlalu luas. Maka dari itu, di bagian kolong biasanya akan dipakai untuk tempat mengadakan acara rumahan tertentu atau untuk menerima tamu.

3. Rumah Rangkang

Rumah adat Aceh yang terakhir yaitu rumah Rangkang. Rumah ini bukanlah rumah tinggal seperti sebelumnya, melainkan tempat untuk beristirahat bagi masyarakat atau disebut tempat singgah. Rumah ini memang dibuat untuk orang-orang yang ingin bersinggah. Seperti mereka yang ingin beristirahat saat sedang dalam perjalanan jauh.

Bentuk rumahnya adalah rumah berkonsep panggung. Karena hanya sebagai tempat singgah, maka biaya pembuatannya juga cukup murah. Bahan yang dipakai biasanya berupa kayu biasa ditambah dengan daun rumbia sebagai atapnya. Meski sederhana, namun rumah ini amat berguna bagi masyarakat Aceh. Sebab saat lelah, mereka dapat memakai tempat ini untuk istirahat sejenak.

Ciri Khas Pembangunan Rumah Adat Aceh Melalui Kitab Adat

Masyarakat Aceh masih memegang teguh ketentuan adat, termasuk dalam hal pembangunan rumah. Kitab adat Meukuta Alam menjadi pedoman bagi masyarakat dalam melakukan sesuatu, termasuk ketika mempersiapkan pembangunan rumah.

Dalam kitab disebutkan, dalam proses pembangunan, harus menggunakan kain berwarna merah dan putih sedikit. Kain tersebut nantinya akan diikatkan di tiang utama bangunan. Kedua kain tersebut menjadi lambang atau biasa disebut tameh radja dan tameh putroe. Tak hanya rumah saja, namun tameh tersebut juga berlaku untuk pembangunan masjid atau balai desa.

Kemudian, dalam kitab adat juga disebutkan, bahwa pekarangan dan bagian Rumoh Aceh menjadi milik anak perempuan dan ibunya. Jadi, rumah tersebut akan menjadi milik anak perempuan tatkala sang kepala keluarga sudah meninggal.

Namun jika tidak memiliki anak perempuan, rumah akan menjadi milik istri. Menurut adat Aceh, kepemilikan rumah dan juga pekarangan tidak boleh digantikan.

Proses Pembangunan Rumah Adat Aceh

Dalam proses pembangunan rumah, masyarakat Aceh mengibaratkan seperti membangun kehidupan. Maka dari itu, prosesnya juga harus sesuai dengan pengetahuan masyarakat dan ketentuan adat. Selain itu, akan ada syarat-syarat yang harus dipenuhi sebelum memulai pembangunan. Berikut adalah beberapa hal yang perlu Anda perhatikan ketika hendak membangun rumoh Aceh:

1. Dimulai dengan musyawarah

Ketika hendak melakukan pembangunan, ada beberapa hal yang perlu ditentukan berdasarkan ketentuan adat. Maka dari itu, perlu musyawarah untuk memutuskannya. Musyawarah dilakukan di ranah keluarga.

Hasilnya nanti harus disampaikan ke Ulama atau Teungku kampung sekitar. Tujuannya tentu supaya rumah yang sedang dibangun, nantinya akan terasa nyaman dan tenang saat sudah ditempati.

Hal lain yang biasa dibicarakan saat musyawarah di antaranya berkaitan dengan persyaratan tanggal pembangunan yang baik. Waktu tersebut akan ditentukan oleh Teungku. Kemudian terkait kayu yang tepat dipakai dan kenduri atau selamatan dan lain-lain.

2. Pengadaan Bahan

Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk membangun rumah adat Aceh adalah kayu, bambu atau trieng, rumbia untuk atap, dan bahan lainnya. Lalu aturan penebangan kayu, kayu tidak dililit akar dan saat penebangan tidak mengenai kayu lainnya. Proses pengumpulan bahan ini biasa dilakukan bersama-sama dengan warga sekitar.

3. Mengolah bahan bangunan

Kayu yang sudah dikumpulkan, kemudian ditaruh di tempat teduh dekat lokasi pembangunan. Tempat yang teduh dipilih supaya tidak terkena hujan. Akan tetapi, apabila proses pembangunan masih cukup lama, maka kayu atau bambu akan direndam lebih dulu, supaya awet dan tidak dimakan rayap.

4. Pendirian rumah adat

Proses berikutnya adalah pendirian rumah adat. Prosesnya diawali dengan pembuatan landasan sebagai tempat tiang penyangga. Lalu kayu pertama yang disebut tiang raja dipancangkan diikuti dengan tiang-tiang lainnya.

Jika semua tiang sudah dipasang, barulah bagian lantai dan dinding mulai dibuat. Setelah itu, barulah pembuatan atap dilakukan. Bagian terakhir dari proses pembuatan rumah adat adalah penambahan ornamen dan hiasan pada rumah.

Hal unik dari pembuatan rumah adat Aceh yaitu pada caranya yang diikat dengan tali, tanpa memakai paku. Tali yang sangat kuat ini dibuat dari kulit pohon rotan, ijuk, dan waru. Bangunan justru akan lebih awet dengan memakai tali dari bahan alami ini. Selain itu, pemasangan dengan tali juga membuat bangunan lebih aman dan tahan jika terjadi gempa bumi.

Komponen Ruang pada Rumah Adat Aceh

Di setiap kabupaten di Aceh tentu akan ada rumah adatnya. Meski di tiap daerah bangunannya berbeda-beda, namun secara umum komponen yang ada pada bangunan hampir serupa. Berikut adalah komponen utama pada bangunan rumah adat Aceh.

Baca Juga:  Shareit Mod Apk Premium Tanpa Iklan for Android & iOS

1. Serambi depan atau Seuramoe-ukeu

Komponen pertama adalah serambi depan. Tempat ini berada di bagian depan rumah, dan biasa dipakai untuk menerima tamu laki-laki. Selain itu, jika tamu laki-laki menginap, maka di sinilah mereka akan makan dan tidur.

2. Teras (seulasa)

Untuk bagian teras juga berada di depan, letaknya bersebelahan dengan serambi. Letaknya tidak pernah berubah dari zaman dulu, sebab sudah ditentukan.

3. Serambi belakang (seuramoe-likoot)

Ketiga adalah serambi belakang, sesuai namanya, serambi ini terletak di bagian belakang rumah. Fungsinya sebagai tempat untuk menerima tamu putri. Sama seperti serambi depan, serambi belakang juga dipakai untuk makan dan tidur tamu perempuan.

4. Rumah Inong atau rumah induk

Keempat yaitu bagian rumah induk. Ruangan ini berada di antara serambi depan dan serambi belakang. Biasanya rumah induk akan dibuat dengan posisi lebih tinggi. Nantinya akan ada sekitar 2 ruangan di sana sebagai kamar. Kedua ruangan dipisahkan oleh sebuah lorong yang menghubungkan serambi depan dan belakang.

5. Dapur atau Rumoh dapu

Ruang kelima yaitu rumoh dapu. Tempatnya biasa bersebelahan dengan serambi belakang. Sementara posisi tanahnya akan dibuat lebih rendah dari serambi. Di sinilah pemilik rumah akan memasak untuk keluarga maupun untuk menjamu tamu yang datang.

6. Lumbung padi atau kroong padee

Selanjutnya adalah lumbung padi atau yang dikenal dengan kroong padee. Masyarakat Aceh mayoritas memiliki mata pencaharian sebagai petani, sehingga masih banyak yang akan menyimpan berkarung-karung padi di rumah.

Lumbung inilah tempat yang biasa dipakai untuk menyimpan padi setelah keris dipanaskan. Biasanya lumbung akan dibuat tersendiri di pekarangan rumah, bisa di samping atau belakang rumah utama.

7. Keupaleh

Terakhir adalah keupaleh, yaitu gerbang utama yang berada di bagian depan rumah. Namun tidak semua kalangan memiliki gerbang ini. Hanya tokoh masyarakat tertentu saja yang membuat gerbang depan. Gerbang ini akan dibangun memakai bahan kayu yang dibuat seperti bilik yang memiliki payung di bagian atapnya.

Keunikan dan Filosofi Rumoh Aceh

Bagi masyarakat Aceh, tidak dikenal nama rumah adat Aceh, namun mereka mengenal dengan sebutan Rumoh Aceh. Rata-rata setiap penduduk pun memiliki desain rumah yang hampir sama. Nah, berikut ini adalah beberapa keunikan dan filosofi dari Rumoh Aceh:

1. Rumah dibuat tinggi

Rumoh Aceh dibuat dengan konsep rumah panggung, sehingga memiliki jarak dari tanah ke tempat tinggal. Lalu karena tempatnya tinggi, maka dibutuhkan tangga untuk sampai ke rumah panggung. Jumlah tangganya pun dibuat ganjil, sesuai dengan kepercayaan masyarakat sekitar.

Tempat yang dibuat tinggi ini dipilih guna mengurangi kelembaban di dalam rumah. Sebab dengan konsep panggung, maka udara dapat masuk ke dalam rumah melewati kolong-kolong. Dengan begitu, makanan di dalam rumah pun tidak akan cepat membusuk.

2. Ukiran di dalam rumah menunjukkan status sosial

Lalu setiap rumah pasti memiliki ukiran atau ornamen. Banyak sedikitnya dan bagus tidaknya ornamen ini menjadi salah satu tanda status sosial masyarakat. Semakin tinggi kedudukannya di masyarakat, maka ornamen dan hiasan di dalam rumah juga akan semakin bagus dan banyak. Dengan begitu, apabila Anda bertamu ke rumoh Aceh, maka dapat diketahui status sosial pemilik rumah melalui ornamen yang ada di sana.

3. Pintu dibuat pendek sebagai bentuk penghormatan

Jika Anda berkunjung ke Rumoh Aceh, maka akan tahu jika pintu-pintu di sana cukup pendek,. Bahkan tidak setinggi tinggi orang-orang pada umumnya. Ternyata hal ini memang disengaja, supaya ketika baru memasuki rumah, semua orang seolah memberikan penghormatan kepada pemilik rumah. Lantaran ketika melewati pintu, setiap orang harus menunduk. Hal ini diterapkan supaya masyarakat saling menghormati sesama tanpa membedakan kasta.

4. Harus melalui musyawarah sebelum membangun rumah

Sebelum membangun rumah, maka harus ada musyawarah dahulu. Musyawarah tersebut dilakukan di ranah keluarga dan ranah tokoh-tokoh adat. Musyawarah di keluarga perlu dilakukan supaya dapat menentukan berbagai macam kebutuhan sebagai persiapan pembangunan.

Dengan adanya musyawarah ini diharapkan pembangunan dapat berjalan lancar tanpa kendala, sebab segala sesuatunya, baik bahan, tanggal pembuatan maupun pihak-pihak yang terlibat telah diputuskan bersama. Setelah musyawarah di tingkat keluarga, selanjutnya adalah musyawarah bersama para teuku dan ulama. Hal ini jelas sebagai bentuk permintaan doa restu supaya pembangunan rumah adat bisa dilaksanakan dengan lancar.

Rumah adat di Aceh dibangun dengan penuh perhitungan. Para pendahulu masyarakat, akan selalu memperhitungkan banyak hal sebelum membangun sesuatu. Termasuk kegunaan suatu benda atau tempat. Rumah adat Aceh tidak dibangun seperti rumah-rumah beton jaman sekarang. Namun dibangun dengan bahan-bahan yang berasal dari alam. Dengan bahan inilah, justru rumah adat Aceh mampu berdiri dengan kokoh dan lebih kuat.

Daerah Aceh termasuk salah satu daerah yang rawan terhadap gempa bumi. Maka dari itu, proses pembuatan rumahnya pun tidak sembarangan dilakukan. Para pendahulu telah memperhitungkan banyak hal supaya rumah adat tahan gempa dan goncangan.

Selain itu, rumah tersebut juga akan terhindar dan aman dari banjir maupun serangan binatang buas. Sehingga jauh lebih nyaman untuk ditempati, terutama saat ada bencana. Kemudian, ruang-ruang yang ada di sana juga dibagi menjadi beberapa ruang dengan fungsi yang berbeda-beda. Hal ini menunjukkan adanya etika dan nilai kesopanan dalam masyarakat.

Itulah tadi beberapa rumah adat Aceh yang penting untuk dipelajari. Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya, itulah mengapa penting bagi masyarakat untuk mengetahui setiap rumah adat daerahnya.

Rekomendasi Buku & Artikel Terkait

Terutama bagi Anda yang tinggal di daerah Aceh. Kekayaan budaya Aceh perlu dilestarikan supaya tidak punah dan dilupakan. Apabila hendak mempelajari rumah adat lebih jauh, Anda bisa membaca buku android62.com berjudul Provinsi Aceh Jelajah Wisata Budaya Negeriku atau dapatkan melalui link berikut ini: